Selasa, 13 Agustus 2013

SOAL PAPUA MENUNGGU KEPUTUSAN TUHAN ", Kata Djoko Suyanto

0 komentar
Share on :
 
(Dok. Jubi)
Oleh: Selpius Bobii.
Penjara Abepura, 09 Agustus 2013


"Soal Papua menuggu keputusan Tuhan", demikian kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI, Djoko Suyanto;(sumber:www.rusdimathari.wordpress.com/2011/11/14/iklan-kemerdekaan-papua/; www.islamtimes.org/vdcbgab8wrhb8sp.qnur.html).

Pernyataan Djoko Suyanto: "Soal Papua menunggu waktu Tuhan", ini disikapi oleh Rusdi Mathari dalam artikelnya dengan judul: "Iklan Kemerdekaan Papua". Berikut ini kutipan tanggapannya: "Apakah yang salah dengan keinginan sebuah bangsa untuk merdeka? Ataukah haruskah urusan Papua diserahkan kepada Tuhan, seperti yang dikatakan Menko Polhukam, Djoko Suyanto; dan sementara menunggu keputusan itu, kita akan membiarkan orang orang (Papua) terus hidup dengan menyedihkan?", demikian cuplikan kutipan artikel Rusdi, (sumber: www.rusdimathari.wordpress.com/2011/11/14/iklan-kemerdekaan-papua/).

Ada pula tanggapan serupa dimuat dalam media Islam Times, berikut ini cuplikan komentarnya: "Jadi, pak Menko Polkam mau bilang, kita biarkan saja orang Papua terus hidup dengan menyedihkan, nanti datang mukjizat Tuhan membebaskan mereka", Islam Times/on/K-014, (Sumber:  www.islamtimes.org/vdcbgab8wrhb8sp.qnur.html). 

Pernyataan Djoko Suyanto: "Soal Papua menunggu waktu Tuhan", pernyataan ini memiliki penuh makna dan misteri. Pernyataan Djoko itu tentu dilatar belakangi oleh  faktor internal dan eksternal. Ada unsur pertimbangan politik dan iman tersirat dalam pernyataan Djoko dimaksud.

PERPEKTIF POLITIK

Dari perpektif politik, saya menampilkan tiga analisa politik yang tersirat di balik pernyataan Djoko ini.

Pertama, pernyataan Djoko di atas menunjukkan ketidak-sediaan Negara Indonesia untuk membahas tuntas berbagai masalah Papua dan mencari solusi yang tepat bagi Papua. Penerapan UU Otonomi Khusus Papua secara sepihak, dan yang kini secara sepihak pula merekonstruksi UU Otsus Papua dalam bentuk draft UU Pemerintahan Papua yang disebut UU Otsus Plus; penerapan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), berbagai pemekaran propinsi, kabupaten, kota, distrik dan kampung di tanah Papua adalah bagian dari upaya upaya RI untuk menunda-nunda waktu penyelesaian masalah masalah Papua.

Walaupun ada desakan kepada RI dari beberapa negara di dunia dan masyarakat solidaritas Internasional untuk menyelesaikan masalah masalah Papua melalui dialog bermartabat antara Bangsa Papua dan Bangsa Indonesia, namun Negara Indonesia belum memiliki kemauan untuk berdialog dengan bangsa Papua, yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Di tengah arus desakan itu, RI mengambil langkah secara sepihak, seperti rekonstruksi UU Otsus Papua yang menjadi UU Pemerintahan Papua. Langkah rekonstruksi UU Otsus Papua ini bukanlah penyelesaian masalah masalah Papua, tetapi justru menciptakan masalah baru bagi Papua.

Banyak pihak sering kali bertanya: "masalah Aceh dapat diselesaikan dengan baik melalui perundingan antara RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsingki, di mana melahirkan kesepakatan bersama, tetapi mengapa masalah Papua tidak bisa dibicarakan dalam sebuah perundingan antara Papua dan Indonesia yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral?" Mengapa RI merasa berat berdialog dengan bangsa Papua? Memang esensi masalah Papua berbeda dengan masalah Aceh. RI tahu letak kelemahannya. Maka itu, RI berusaha menghindari berbagai lubang yang telah digali oleh RI dan para sekutunya.

Kedua, pernyataan Djoko di atas juga menunjukkan ketidak-sanggupan Negara Indonesia untuk menangani dan menyelesaikan masalah masalah Papua. RI berusaha menghindari lubang lubang yang telah dan sedang digalinya. Untuk itu, selama ini Republik Indonesia menempuh berbagai upaya, baik itu penerapan pendekatan keamanan, hukum, sosial budaya, dan kesejahteraan yang semu. Tetapi Negara Indonesia tidak mampu meng-indonesia-kan orang asli Papua. Buktinya di tengah represif aparat Indonesia, perjuangan Pembebasan bangsa Papua semakin tumbuh dan meningkat. Kini aspirasi politik Papua Merdeka menggema di berbagai manca negara. 

Berbagai upaya yang ditempuh oleh RI selama ini untuk menghadapi perjuangan bangsa Papua itu bukan untuk menutupi lubang pertama yang digali oleh RI dan para sekutunya, tetapi semakin memperlebar dan memperdalam lubang pertama dan terutama itu. Dan seiring dengan itu membuka lubang lubang baru. Ketidak-mampuan RI untuk menyelesaikan masalah masalah Papua itu, bukan karena RI tidak mampu dalam hal berdiplomasi politik, dan bukan pula karena tidak mampu dalam hal sarana prasarana pendukung lainnya. Tetapi ketidak-mampuan RI dalam menghadapi dan melewati lubang-lubang yang pernah dan sedang digalinya. Dan juga ketidak-mampuan RI dalam menghadapi perjuangan bangsa Papua dengan jalan damai yang telah diputuskan dalam Kongres Bangsa Papua kedua pada tahun 2000.

Ketiga, karena itu Negara Indonesia membiarkan masalah-masalah Papua terus membara, tanpa ada solusi antara dua bangsa dan dua negara yang setara. Pernyataan Djoko di atas itu menunjukkan bahwa RI terus dan mau membiarkan masalah masalah Papua tanpa menangani dan menyelesaikannya melalui sebuah perundingan Papua dan Indonesia yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan ditempat yang netral. Dengan membiarkan masalah masalah Papua tanpa mencari solusi bermartabat, maka orang Papua semakin dimarginalisasi, didiskriminasi, diminoritasi, dibantai, dan bahkan berdampak pada pemusnahan etnis Papua bergerak secara perlahan lahan tetapi pasti (slow moving genocide).

Kata orang bijak: "masalah dibuat oleh manusia, maka manusialah yang dapat menyelesaikannya". RI dengan berani dan dengan penuh kesadaran telah dan sedang menggali berbagai lubang, maka RI seharusnya mencari solusi bermartabat untuk menutupi lubang-lubang itu.

Untuk menutupi lubang-lubang itu, ke depan RI harus berani dan mau melibatkan para pejuang Papua merdeka. Dalam kasus Papua Barat, pihak Internasional juga turut terlibat dalam aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI. Maka itu, RI juga berani dan mau melibatkan pihak internasional, seperti Belanda, Amerika Serikat dan PBB yang pernah bersama dengan RI menggali lubang pertama dan terutama itu yaitu aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI secara sepihak yang berpuncak pada "Pelaksanaan Pendapat Rakyat Papua" yang "Cacat Hukum dan Moral" pada tahun 1969. Jika para aktor pejuang Papua dan pihak internasional (khususnya Belanda, Amerika Serikat dan PBB) tidak dilibatkan dalam menangani dan menyelesaikan masalah masalah Papua, maka lubang-lubang yang pernah dan sedang digali oleh RI dan para sekutunya itu tidak akan pernah ditutup kembali, dan justru lubang lubang baru akan semakin bertambah. 

Dari perpektif politik, saya simpulkan bahwa pernyataan Djoko di atas adalah bukti bahwa RI masih belum bersedia untuk menangani dan menyelesaikan masalah masalah Papua. Alasannya adalah bahwa RI merasa berat untuk melewati lubang-lubang yang pernah dan sedang digalinya. RI belum mampu untuk menuntuskan masalah masalah Papua. Apakah RI akan memberanikan diri, dan atau apakah RI akan diberanikan oleh pihak pihak lain untuk menuntaskan masalah-masalah Papua Barat? Hal ini menjadi misteri.

PERPEKTIF IMAN

Dalam ulasan selanjutnya, saya menyoroti pernyataan Djoko dimaksud di atas dari perpektif iman. Pernyataan Djoko Suyanto memang teka teki dan penuh misteri. Apakah pernyataan itu diungkapkan oleh Djoko atas pergumulan pribadi? Ataukah Djoko hanyalah menjadi penyambung lidah atas pergumulan pihak lain? Hanyalah Djoko dan Tuhan yang tahu. Di balik pernyataan itu, saya menilai bahwa seakan akan Djoko telah mendapat ilham atau penampakan atau wahyu dari Tuhan bahwa masalah Papua itu berurusan dengan Tuhan.

Dalam pernyataan Djoko itu secara tersirat menyatakan bahwa RI tidak mampu menangani dan menuntaskan masalah masalah Papua, maka itu RI menyerah dan berpasrah kepada Tuhan. Dan RI menunggu Tuhan untuk mengambil keputusan atas persoalan Papua. Dan selanjutnya Tuhan akan bertindak untuk menangani dan menuntuskan masalah masalah Papua (mukjizat Tuhan). Dalam kata lain bahwa pernyataan Djoko itu menantang dan menguji Tuhan agar Tuhan bertindak untuk menuntuskan persoalan Papua Barat.

Memang masa depan Bangsa Papua bukan berada dalam rancangan siapa pun atau negara mana pun di dunia ini. Masa depan bangsa Papua berada dalam rancangan Tuhan. Menurut DR. Benny Giay bahwa "perjuangan bangsa Papua bergerak dari satu episode ke episode berikutnya". Dan pasti akan sampai pada episode puncak. Ini bukan rencana manusia, tetapi ini rencana Tuhan.

Pdt. Isak Samuel Kejne pada tanggal 25 Oktober 1925 di Automeri, di saat beliau meletakan simbol peradaban bangsa Papua dan nubuatan, mengatakan: "Di atas batu ini, ku meletakan peradaban bangsa Papua. Walaupun bangsa-bangsa lain di dunia datang membangun negeri ini, dengan berbagai hikmat dan mah'rifat, tetapi mereka tidak akan mampu membangun negeri ini. Suatu saat bangsa ini akan bangkit untuk membangun dirinya sendiri".

Pernyataan Kejne ini bukanlah sebuah pernyataan retorika atau fiktif belaka, atau sebuah penelitian ilmiah. Ini adalah sebuah nubuatan (wahyu) dari Tuhan melalui abdi-Nya, Pdt Kejne. Nubuatan ini menginspirasi dan memberi harapan bagi setiap orang Papua untuk terus berjuang menuju ke penggenapan nubuatan itu. Nubuatan ini pasti akan digenapi indah pada waktu Tuhan, bukan pada waktu yang ditentukan oleh manusia.

Begitu banyak nubuatan Tuhan yang telah disampaikan melalui para abdi-Nya tentang masa depan bangsa Papua. Nubuatan nubuatan itu bukan halusinasi, bukan juga mimpi di siang bolong, tetapi nubuatan nubuatan Tuhan kepada para abdi-Nya itu, pasti akan digenapi indah pada waktu Tuhan.

Djoko Suyanto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI melalui pernyataannya telah menantang dan menguji kedaulatan Tuhan atas ciptaan-Nya. Di balik pernyataan Djoko itu tersirat kepasrahan RI kepada Tuhan untuk menuntaskan masalah Papua, karena RI tidak mampu menyelesaikannya. Kepasrahan itulah iman. Dan saya yakin Tuhan pasti akan bertindak dengan cara memakai para abdi-abdi Tuhan, rakyat semesta Papua dan simpatisan solidaritas Internasional, baik secara pribadi, lembaga non pemerintah, pemerintah dan PBB untuk menyelamatkan kedaulatan Umat Tuhan yang sedang berada dalam penjajahan oleh RI di Tanah Papua.

Camkanlah bahwa Tuhan membutuhkan manusia sebagai mitra kerja-Nya untuk mewujudkan kehendak-Nya di dunia ini. Seperti Tuhan mengutus nabi Musa dari tanah Median ke Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Firaun dan kaumnya, seperti Tuhan mengangkat Yosua memimpin bangsa Israel masuk ke Tanah Kanaan, Tuhan juga membutuhkan manusia pada jaman ini, untuk diutus sebagai Musa dan Yosua baru, untuk membebaskan bangsa Papua dari segala bentuk tirani penindasan. Seperti tangan Tuhan menyertai nabi Musa dan Yosua, tangan Tuhan pun selalu menyertai siapa pun abdi-Nya yang diutus oleh Tuhan untuk membebaskan bangsa Papua dari belenggu penjajahan RI dan para sekutunya. Mukjizat Tuhan selalu menyertai para abdi-Nya yang diutus Tuhan, seperti berbagai mukjizat dari Tuhan menyertai nabi Musa dan Yosua.

Tuhan mengutus siapa pun yang Ia kehendaki. Dalam pengutusan itu, Tuhan tidak membedakan latar belakang suku, ras, golongan, jenis kelamin, pekerjaan, umur, dan agama. Tuhan hanya membutuhkan kerelaan hati dari umat manusia untuk mau menjadi mitra kerja-Nya untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya hanya demi kemuliaan nama Tuhan.

Camkanlah bahwa Tuhan senantiasa memanggil dan menunggu kesiapan dan keputusan umat-Nya untuk diutus membebaskan umat-Nya dari belenggu penjajahan. Khusus untuk internal bangsa Papua, Tuhan senantiasa memanggil dan menunggu kerelaan setiap individu untuk membangun Persatuan Nasional Papua dan Pemulihan Diri untuk maju melangkah bersama menuju puncak revolusi iman (kemenangan iman). Dan untuk Indonesia, Tuhan senantiasa memanggil dan menunggu membuka hatinya dan rela untuk menangani dan menuntaskan masalah masalah Papua Barat. Tuhan juga senantiasa memanggil dan menunggu kerelaan hati dari masyarakat Internasional, baik secara individu, lembaga non pemerintah, Pemerintah maupun PBB untuk mendengar dan bertindak atas jeritan dan teriakan pembebasan dari rakyat bangsa Papua Barat.

Saat ini, Tuhan sedang memanggil nama Anda di mana pun Anda berada, seperti Tuhan memanggil nabi Musa untuk membebaskan umat-Nya bangsa Israel. Siapa pun yang mendengar suara Tuhan, siapa pun yang membuka hatinya, Tuhan mengutusnya untuk membebaskan umat-Nya di Tanah Papua, baik dukungan secara langsung maupun secara tidak langsung. Apakah Anda mengalami, atau melihat, atau mendengar, atau membaca atas penderitaan, jeritan dan teriakan pembebasan umat Tuhan di tanah Papua?

Tuhan telah mendengar jeritan dan teriakan pembebasan bangsa Papua dari penindasan RI. Karena itu, Tuhan sudah dan sedang memanggil umat manusia siapa pun Anda, (sama seperti nabi Musa) untuk bebaskan umat Tuhan di tanah Papua. Apakah Anda mendengar bahwa Tuhan sedang memanggil nama Anda untuk menolong sesama umat manusia yang dibelenggu tirani penindasan di Tanah Papua? Apa respon Anda terhadap panggilan Tuhan itu?

Akhirnya, pernyataan Djoko Suyanto: "Soal Papua menunggu keputusan Tuhan", pernyataan ini sangat menantang/menguji Tuhan dan menantang setiap umat manusia yang menjunjung tinggi nilai nilai kebajikan, seperti kebenaran, keadilan, kejujuran, Hak Asasi Manusia, demokrasi dan kedamaian agar mengambil sikap dan diwujudkan dalam tindakan nyata untuk menuntaskan masalah masalah Papua. Pernyataan Djoko Suyanto selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI adalah juga merupakan seruan minta tolong kepada solidaritas Internasional, negara-negara di dunia dan PBB untuk intervensi kemanusian/keamanan dalam rangka menuntaskan masalah masalah Papua, karena Negara Indonesia sudah tidak mampu lagi menangani dan menyelesaikan masalah masalah Papua dan oleh karena itu, RI melalui Djoko Suyanto sudah pasrah kepada Tuhan dengan mengatakan: "Soal Papua menunggu keputusan Tuhan".

Bagi Anda yang peduli, bagi Anda yang berhati mulia, bagi Anda yang menjunjung tinggi nilai nilai kebajikan, bagi Anda yang merasakan penjajahan di mana saja Anda berada: "Sudah saatnya mengambil sikap, bersatu padu, dan bertindak bersama dengan jalan damai untuk selamatkan bangsa Papua".

"Keselamatan jiwa jiwa umat manusia yang dibelenggu tirani tirani penindasan adalah hukum tertinggi"


Penulis: Selpius Bobii, Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, juga sebagai Tahanan Politik Papua Merdeka di Penjara Abepura.

0 komentar:

APA YANG ANDA TERPIKIRKAN DI BENAK,DENGAN ARTIKEL DI ATAS INI...
TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DI BAWAH INI.... !